Sang Patriot





Era moderen dengan segala perubahan tidak lagi terbendung. Banyak hal positif tapi juga tidak sedikit hal negatif yang timbul dari perubahan ini, terutama di indonesia. Salah satu yang paling berat dan mengkwatirkan adalah semakin menipisnya rasa patriotism dan kecintaan generasi sekarang pada Negara. Sebenarnya hal ini adalah tanggung jawab bersama, tidak hanya sebatas pada tanggung jawab pemerintah. Hal ini juga menjadi perhatian khusus seorang Praktisi Hukum Mbak Irma Devita.

Memiliki kakek seorang pejuang tentu menjadi kebanggan tersendiri, namun lebih dari itu bagaimana berjuang terus mempertahankan apa yang sudah diperjuangkan oleh kakek Beliau dan para pejuang lain. Bagaimana darah, air mata dan nyawa para pahlawan harus tumpah untuk mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka dan menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk generasi berikutnya. Dan akhirnya membuat seorang Praktisi Hukum cantik ini menjajal jalur lain dari mayor utamanya, yaitu Novel base On True Story sang kakek  Letkol Mochammad Sroedji, yang patung kepahlawanannya diabadikan dalam bentuk sebuah patung di depan Kantor Bupati Jember dan diresmikan pada 15 agustus 1975.



Kalau biasanya menelurkan buku-buku berisi pengetahuan Hukum, kali ini Mbak Irma Devita berjuang mangabadikan sejarah perjuangan sang Kakek di dampingi istri dan keluarga berjuang membela Tanah Air dalam perang kemerdekaan Indonesia di masa 1942 – 1949 dalam Novel berjudulSang Patriot. Melalui berbagai riset untuk bisa menghadirkan situasi mendekati “sempurna” sesuai dengan kejadian masa itu membuat novel ini baru launching setelah berproses beberapa tahun. Dan akhirnya launching pada 3 Mei 2014 si Museum Joeang 45 menteng. 

Tapi tidak hanya berisi tentang perang yang sudah pasti berisi pertumpahan darah, penghianatan dan perjuangan tanpa akhir, Mbak Irma juga memasukan unsur romantisme dan kesetiaan antara Letkol Sroedji dan istri. Sebenarnya ini juga sangat mendukung cerita untuk menunjukan bahwa “untuk mempertahankan kemerdekaan, seorang Patriot tidak hanya mengorbankan dirinya sendiri. Namun dibalik itu ada air mata, kesedihan dan ketabahan orang-orang tercinta di belakangnya yaitu istri, putra-putri dan keluarga besar yang harus ikhlas bahkan sebelum sang patriot kembali dengan kondisi tak bernyawa. Bahkan sejak keluar melangkahkan kaki dari rumah, keluarga sudah harus ikhlas bahwa mungkin saja orang yang mereka tidak akan pernah kembali”.

Saat sang suami ikut berjuang melawan penjajah, di rumah keluarga bukan berarti tentram dan aman, tapi juga menjadi incaran para penjajah untuk memancing keluar para pejuang dari persembunyian maka menjadikan keluarga mereka (anak dan istri) untuk sandera dan ancaman. Ini semua di ceritakan dengan detail dan bahasa ringan oleh Mbak Irma dalam Novel Sang Patriot.

Saya kalau membaca novel selalu mengimaginasikan kejadian yang sedang diceritakan dalam untaian kalimat dalm novel tersebut, apapun genrenya. Termasuk di novel ini, membayangkan betapa keras perjuangan Bu Rukmini yang sedang ditinggal berjuang oleh sang suami juga harus berjuang lari menyelamatkan diri dalam kondisi hamil, naik turun perbukitan, tentu bukan sebuah perjalanan dan perjuangan yang mudah untuk beliau saat itu. Dan mbak Irma beruntung masih sempat menikmati masa-masa indah dan panjang kebersamaan bersama Bu Rukmini Sroedji sang nenek. Sehingga bisa menggali detail kisah-kisah tersebut.

Ya, perjuangan mbak Irma Devita memang patut di acungi jempol. Di tengah minimnya buku dan Novel kepahlawanan saat ini, di tengah makin tergerusnya rasa nasionalisme para anak muda, buku bagai oase di padang gersang. Meski buku kepahlawanan, namun gaya penulisan dibuat seringan mungkin, tidak terlalu berat. Seperti yang diungkapkan beliau saat launching “Ingin buku ini bisa diterima semua kalangan, termasuk anak-anak dan remaja”. Untuk memudahkan gaya kepenulisan, Mbak Irma menjadikan sang putrid sebagai “pengoreksi” setiap kalimat selama proses kepenulisan Novel ini. dengan berpatokan, kalau putrid beliau yang mulai beranjak remaja saja tidak mengerti atau tidak paham dengan isi novel bagaimana dengan yang lain? Novel setebal 280 halaman ini memang benar-benar hadir untuk membangkitkat rasa nasionalisme dan patriotism pada masyarakat yang membacanya terutama para anak muda penerus bangsa ini.

Ada kutipan favorit? Tentu saja, yaitu Halaman 35 saat Letkol Sroedji berkata pada sang Istri Bu Rukmini “Kita hidup di tanah Jawa, Bu… anak kita harus diajari bicara bahasa Jawa untuk komunikasi sehari-hari, bukan bahasa penjajah, dan bukan juga bahasa Madura”

Benar-benar gambaran kondisi masa kini, (termasuk koreksi untuk diri saya sendiri)! Terkadang lupa atau bahkan kebablasan saat belajar mengejar prestasi. Dengan predikat “Gaul” atau “seperti orang Barat” langsung bangga meski harus mengalahkan kecintaan pada Negara sendiri. Seperti bangga cas cis cus dengan English, padahal berbahasa Indonesia masih belepotan.

Jadi saya sangat merekomendasikan buku ini untuk semua kalangan, bagi orang tua yang suka membelikan buku dan majalah untuk anaknya, belum lengkap koleksi cerpen-cerpennya tanpa buku ini. kita tidak akan bisa menikmati buku di tokbuk hari ini dan duduk tenang membaca cerita kalau tidak ada perjuangan dan pengorbanan dari para Sang Patriot. 

Info tambahan yang penting untuk diselipkan : dalam waktu dekat Mbak Irma juga akan mengeluarkan versi komik dari cerita Sang Patriot. Tuh, semakin mudah untuk memperkenalkan tentang sejarah, perjuangan, nasionalisme dan jiwa Patriot pada anak-anak yang kurang suka membaca tulisan utuh dalam sebuah buku tebal.

Salam Sang Patriot!!
http://letkolmochsroedji.org/


16 komentar

  1. jadi penasaran sama versi komiknya

    BalasHapus
  2. Mak Icoel, terima kasih atas partisipasinya :)

    BalasHapus
  3. kayaknya saya nungguin versi komiknya aja :)

    BalasHapus
  4. jadi kaya gimana ya klo dibuat komixnya, penasaran neh

    BalasHapus
  5. Siap-siap ngelesin Faiz bahasa jawa ke aku sendiri tentunya... Meski belum baca tapi Novel sang Patriot ini pasti sangat mengalir yaaak...Mak Icoel aja mpe terbawa imaginasinyaaa

    BalasHapus
  6. Banyak baca review ini bikin jadi penasaran. Aduuuuh.... pengen bacaaaaa....

    BalasHapus
  7. Buku ini dijual di gramedia gak mak Icoel?

    BalasHapus
  8. aku suka buka ini :)..jadi inget kakek aku maak :D...

    BalasHapus
  9. ktia harus mengharagai perjuangan para pejuang dan orang orang terdahulu yang sudah berkorban

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener banget itu, banyak yang kadang kurang ajar smaa para pejuang :'(

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar ^_^