Usia (Bukan) Sekedar Angka?

Ya, saya ternyata tidak muda lagi :D


Satu yang saya sukai bergaul di dunia blogger adalah bagaimana jarak dan kesenjangan usia tidak terlihat. Terutama di Kumpulan Emak Blogger, dengan panggilan akarbnya “Mak...” membuat perbedaan benar-benar tak kentara.

Kita bisa bergaul dengan semua kalangan, dari paling tua hingga yang muda. Nongkrong bareng layaknya teman seusia itu asyik banget. Tak peduli apapun posisi dan jabatannya. Semua terlihat sama. Karena yang paling utama memang “Apa karyamu?”, “Mana update blogmu?”.


Saat bergaul dengan mereka, saya bisa berkata “Usia hanyalah angka, yang penting adalah jiwanya. Jiwa tetap harus muda”. Kalimat penyangkalan yang sering muncul dan terdengar. Termasuk dari saya sendiri yang sering menggunakannya *ngakak*

Entah kenapa sepertinya kata “tua” terkesan menakutkan. Tapi anggap saja sebagai semangat untuk terus menjaga kesehatan jiwa lah ya, karena dengan jiwa yang sehat akan selalu memperlancar segala aspek kehidupan kita.

Nah, masalahnya guyonan dan keyakinan ini terkadang akan sedikit goyah juga pada saat tertentu. Yaitu saat-saat saya menghadapi lingkungan keluarga sendiri. Saat berkumpul dengan keponakan yang sudah mulai beranjak dewasa. Dan saya baru mengalaminya beberapa hari ini.

Weekend kemarin saya habiskan waktu di Bekasi, di rumah kakak. Bertepatan dengan acara khitanan keponakan bungsu. Sudah lama saya sekeluarga tidak berkunjung. Yang otomatis lama juga tidak bertemu dengan keempat ponakan tercinta.

Terakhir ke sana, semua terasa masih kecil-kecil. Dengan seragam merah putih dan putih abu-abu. Si bungsu yang mau khitan masih terlihat imut-imut kecil. Dan kemarin, jreng...semua terasa jauh berubah.

Melihat mereka yang sudah sangat-sangat besar, tingginya jauh melebihi saya. Pagi-pagi terasa berbeda saat seorang gadis remaja menggunakan pakaian putih biru, salim pamit berangkat sekolah. Duileh...saya jadi melow banget, ini keponakan kesayangan yang dulu saya pangku-pangku sayang, sekaran udah SMP. Dan tinggi badannya ituloh yang bikin jiper. Jauh banget di atas saya.

Besoknya, yang sebelumnya pakai putih abu-abu, tiba-tiba sudah memperkenalkan teman dekat perempuannya yang hadir lengkap dengan keluarganya. Ayah, ibu dan adik-adiknya. Duile...tambah lagi kaget dan melownya.

Di sini akhirnya peribahasa “Usia hanya tentang angka” itu jadi goyah. Tak bisa memungkiri bahwa “Saya beneran tidak muda lagi” *ngakak kenceng* :D

Menyadari bahwa waktu ternyata cepat berlalu, masih terasa seperti kemarin saya menimang mereka. Ternyata sekarang mereka sudah mulai beranjak dewasa semua. Di mana dulu saya mendengarkan celoteh mereka saat teriak manja minta uang jajan, tapi sekarang sudah berbeda.

Mereka sudah mulai mebicarakan tentang masa depan. Bahkan pada saat tertentu berkumpul dengan keponakan  yang berada di kota lain lagi, curhat yang terdengar adalah tentang rencana dan impian pernikahan. Terus saya langsung migren karena sebentar lagi akan semakin banyak yang memanggil “nenek Icoel” padahal anak sendiri masih belum lulus SD  *tertawa miris*

Tapi semua kembali menjadi perenungan penting untuk saya, ketika menyadari bahwa saya tidak lagi muda secara usia. Dan sepanjang waktu berjalan, dalam hidup apa saja yang sudah saya capai? Bukan tentang sebatas materi atau segala prestasi, tapi lebih jauh tentang  kebersahajaan diri. Sudah sejauh apa saya mampu mengendalikan diri dalam segala aspek kehidupan.

Tentang perasaan personal yang terkadang muncul egoisme kuat, tentang pengedalian diri yang apakah terus membaik menghadapi segala konflik. Tentang kesabaran hati yang apakah terus semakin meluas saat menghadapi segala kebencian pada sebuah situasi tak menyenangkan.  

Ketika hal tersebut kadang tidak bisa diukur dari “besarnya angka usia yang terus bertambah”. Tidak bisa, karena dewasa dan bijaksana itu ppilihan. Pilihan secara personal seseorang untuk memilih langkah apa saat menghadapi segala sesuatu yang tak sesuai harapan.

Ya, di saat melihat semua keponakan saya mulai tumbuh dewasa dan sadar bahwa “Saya tidak muda lagi lo” dan kemudian mencul sederet kesadaran lainnya. Kesadaran akan proses hidup. Juga ingatan tentang tanggal hari lahir yang akan datang sebentar lagi.

Tiba-tiba saya tidak hanya membayangkan tentang kado, tapi ingin lebih dari itu, ingin banyak dekat dengan semua orang yang saya cintai. Anak, keponakan dan semuanya yang terus menjadi pengingat saya tentang kebanggaan diri. Tentang kesadaran akan tanggung jawab yang besar, bahwa dalam setiap tindak tanduk saya, bukan sekedar atas nama diri sendiri.

Tapi saya juga “tante kesayangan” dari para keponakan. “Ibu tercinta” dari putri saya. Menjaga perasaan mereka untuk tetap bangga memiliki saya adalah hal paling penting. Dan semua intinya adalah “Saya yang harus terus menjadi personal lebih baik seiring dengan bertambahnya usia”.


Dan itu adalah pilihan, apa saya memilih untuk “Sekedar tua” atau “Tua, bersahaja dan bahagia”. Karena ternyata “Jiwa muda” saja tidaklah cukup :D

5 komentar

  1. usia boleh terus bertambah tapi jiwa tetap muda :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mak & lebih bagus lagi "Plus bersahaja" ^_^

      Hapus
  2. nice... refleksi diri ya mak icoel...

    BalasHapus
  3. Sama tiap kali ketemu ponakan. Kok mereka udah gede aja. Berasa kitanya yang udah bertambah umur.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar ^_^