Kampung Coklat, Tentang Coklat Kampung Yang Unik & Kreatif

Selamat datang di Kampung Coklat :)
Sudah beberapa waktu belakangan saya mulai mengurangi konsumsi kopi, padahal sebelumnya adalah penghobi berat minuman ini. Entah kenapa akhir-akhir ini perut serasa tidak bisa diajak kompromi saat minum kopi. Jadilah saya sekarang hanya sesekali saja mengkonsumsinya. Istilahnya kalau sudah pengen pake banget, baru mengkonsumsi secukupnya saja. kalau kata orang Jawa “Tombo pengen”.


Terus kalau sedang ngobrol santai bareng sahabat seperti Vema atau Makpon Mira di Cafe dan mereka minum kopi, maka saya pilih hot coklat. Sejak sering kumpul dengan mereka saya jadi suka hot coklat karena tidak bisa memilih yang sama dengan mereka, kopi.

Sebenarnya kalau coklat instant yang tinggal makan saya sudah lama suka, tapi kalau hot coklat sih baru-baru saja. ya sejak sering main ke kedai kopi saja. dan ternyata minuman ini memang memikat lidah.


Proses penjemuran kopi 


Tapi apa sih yang berbahan coklat itu tidak memikat? Karena coklat identik dengan Valentine, coklat identik dengan romantis. Kalau untuk gaya hidup, coklat yang sudah bertranformasi jadi “hot coklat” yang diual  oleh ledai-kedai kopi populer di Mall mewah Jakarta juga identik dengan “harga yang lumayan”.

Tapi bagaimana kalau hot coklat itu sekarang berada di sebuah desa yang agak mencil di sebuah Kota Kabupaten seperti Blitar? Hem...menurut saya ini identik dengan kretivitas, UKM, enterpreneurship, tempat nongkrong kece tapi murah dan tempat wisata unik.



Inilah yang pertama terpikir saat berkunjung ke Kampung Coklat Blitar. Terletak di Kawasan Banteng Blorok, Plosorejo Kademangan Blitar Jawa Timur, Kampung Coklat menunjukan era baru kreativitas dunia usaha.

Konsepnya adalah wisata edukasi perkebunan coklat. Pemilik adalah petani coklat yang mempunyai lahan lebih dari 20 hektar di kawasan Blitar. Tempat Kampung Coklat berdiri adalah salah satu lahan yang dimiliki dan merupakan perkebunan coklat yang tidak begitu luas. Menurut salah satu pegawai yang saya kepoin, lahan yang sekitar 20 hektar lebih ada di desa lain di Blitar.



Pemikiran kreatif melihat potensi wisata dan gaya hidup yang terus berkembang sepertinya yang membuat pemilik mengubah kebun coklat menjadi Kampung Coklat seperti sekarang. Ini dugaan saya sih, karena tidak bertemu langsung dengan sang pemilik.

Kampung Coklat, yang sebenarnya adalah kebun coklat yang tidak begitu luas, tapi sekaligus  tempat pembibitan, penjemuran dan proses pengolahan hingga biji-biji coklat siap giling akhirnya ditambah beberapa instrumen pendukung untuk menjadi termpat wisata yang keren dan menarik.



Seperti cafe dengan menu serba coklat, coklat batangan, toko souvenir serba coklat. Tersedia juga play ground  anak, kolam ikan untuk terapi. Itutuh, kolam yang berisi ikan-ikan kecil untuk memijat kaki. Fasilitas umum berupa mushola dan toilet yang rapi dan bersih. Juga beberapa kamar untuk menginap.

Menurut saya keunikan dan daya tarik Kampung Coklat adalah pada kebun coklatnya. Banyangkan, saat kita menikmati hot coklat di kadai kopi dalam mall, apa saja yang kita lihat di sekeliling kita? Dinding mall atau kedai kopi, langit-langit beton mall, lampu-lampu mall yang sejak buka pagi hari hingga malam tak pernah padam. Dan untuk meredakan panasnya, diimbangi dengan AC full sepanjang hari.

Kalau di Kampung Coklat, maka akan jauh berbeda. Menyeruput hangatnya hot coklat sambil duduk di kursi dan meja yang berjajar rapi di bawah rindang pohon coklat yang rimbun. Bahkan saking rimbun daun-daunnya membentuk “atap” alami yang melindungi pengunjung dari terik matahari. Sehingga menghadirkan suasana sejuk. Meski jujur, kalau hujan deras saya tidak tahu bagaimana jadinya.

Mau bubuk coklat, coklat batangan dengan aneka kemasan  atau aneka souvenir berwarna coklat? 

Sambil menikmati es krim coklat, kita bisa memandang buah-buah kopi yang mulai ranum matang bergelantungan menggoda untuk dipetik. Tapi dilarang dipetik ya :D

Di bagian lain ada ruangan untuk Cooking Class, ada ruangan pengepakan coklat batangan. Tapi untuk penggilingan sendiri ternyata masih di lakukan di tempat lain khusus penggilingan biji coklat. Jadi Kampung Coklat tidak menggiling sendiri biji-biji coklat yang mereka produksi.

Menurut pegawai yang saya kepoin, hasil produksi Kampung Coklat 60% untuk kebutuhan dalam negeri dan sisanya dieksport ke luar negeri.



Bergelut dengan percoklatan, tentu tidak lengkap kalau tidak mengenal sejarah biji ajaib ini. dengan berkunjung ke Kampung Coklat dengan mudah kita mempelajarinya melalui bingkai-bingkai yang terpajang di dinding. Sejarah coklat masuk ke Indonesia, dibawa oleh siapa dan masuk ke kota mana lebih dulu. Semua bisa kita lihat di sini.

Jadi kalau lagi ke Blitar dan sekitarnya jangan lupa ya mampir. Tiket masuk murah kok, Cuma Rp 5 ribu. Lokasinya mudah dijangkau meski agak masuk ke dalam. parkiran juga luas, karena rumah-rumah penduduk yang berhalaman luas di sekitar Kampung Coklat membuka halaman mereka untuk parkir. Jadi mau bawa motor atau mobil, bahkan mini bus untuk rombongan tidak masalah.



6 komentar

  1. Weeeewww.. Kangen ke Blitar dan sekitarnyaaaa.. Inshaa Allah mampir ah klo lg trip ksana :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya, mampirlah ke sini kalau lagi ke sono, kece banget tempatnya ;)

      Hapus
  2. coklatttt...doyan banget mak apalagi langsung ke tempatnya...asik bangetlah pastinya...

    BalasHapus
  3. Cooeeel, ini bikin mupeng bangeett

    BalasHapus
  4. wah, padahal deket dari kediri, aq kok baru tau ya....jadi pingin kesana mb

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar ^_^